A. Judul Penelitian : Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas VI SD Negeri 2 Batuan Kaler Gianyar
B. Latar Belakang Masalah
Tujuan mata pelajaran IPS agar peserta didik memiliki kemampuan : ( 1 ) mengenal konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungan ( 2 ) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inquiri, memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan sosial, ( 3 ) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai – nilai sosial dan kemanusiaan, ( 4 ) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, tingkat lokal, nasional dan global ( Kurikulum SD Negeri 2 Batuan Kaler 2007. ). Untuk mempelajari konsep-konsep yang terdapat dalam IPS diperlukan pemikiran yang kritis dan penalaran yang tepat. Di dalam konsep-konsep IPS tersebut terdapat konsep pembelajaran yang kelihatannya sederhana tetapi terkadang membuat peserta didik menjadi bingung. Sehingga prestasi peserta didik dalam mata pelajaran IPS tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Tujuan mata pelajaran tersebut tampaknya sesuai dengan hakikat IPS yang memiliki dua dimensi, yaitu dimensi produk dan dimensi proses. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas telah ditempuh beberapa cara antara lain perbaikan kurikulum dan penataran-penataran bagi guru-guru. Namun kenyataannya pembelajaran sering dijalankan secara monoton, yaitu dengan metode ceramah. Proses pembelajaran IPS di SDN 2 Batuan Kaler yang dilakukan selama ini masih didominasi oleh metode ceramah. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran maka diperlukan penyempurnaan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan dan hakikat IPS. Siswa harus dirangsang untuk dapat berinteraksi dengan temannya dalam memperoleh pengetahuan, dan diberikan tanggung jawab menemukan dan memperoleh pengetahuannya sendiri, sehingga siswa merasa adanya persaingan yang sehat dan dapat meningkatkan motivasinya dalam proses belajar mengajar.
Banyak faktor yang menyebabkan hasil belajar dan prestasi belajar IPS siswa tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan di antaranya peserta didik tidak memiliki kemampuan menggunakan penalaran pada pola dan sifat serta kemampuan dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan IPS. Selain itu faktor yang sangat mempengaruhi kesulitan dalam memahami pembelajaran IPS di SDN 2 Batuan Kaler adalah metode dan pendekatan yang digunakan oleh seorang guru dalam pembelajaran kurang tepat dan membuat siswa menjadi kurang memahami materi tersebut. Selain itu beberapa kelemahan yang terjadi dalam proses pembelajaran khususnya yang diterapkan oleh guru di SD. Negeri 2 Batuan Kaler dalam mata pelajaran IPS di kelas VI antara lain ; masih ada paradigma bahwa pengetahuan yang dimiliki guru dapat dipindahkan begitu saja kepada siswa. Dalam asumsi tersebut, guru memfokuskan pelajaran IPS pada upaya penuangan pengetahuan sebanyak mungkin kepada siswa, secara umum guru masih menerapkan metode ceramah, sehingga keterampilan siswa dalam mempraktekkan konsep – konsep yang mereka pelajari sangat kurang, dengan demikian pembelajaran dirasakan tidak bermanfaat, tidak menarik dan membosankan.
Berdasarkan pengamatan peneliti, selama ini keaktifan siswa dan prestasi belajar siswa dalam mata pembelajaran IPS di SD Negeri 2 Batuan Kaler khususnya di kelas VI masih rendah. Ada dugaan bahwa rendahnya hasil belajar siswa dipengaruhi oleh pendekatan dan media pembelajaran yang digunakan. Berdasarkan uraian di atas, salah satu inovasi yang dapat diterapkan untuk mengatasinya adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Model pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi siswa karena interaksi antara siswa itu sendiri baik secara fisik maupun psikologis dapat ditingkatkan. Dalam interaksi tersebut dapat terjadi proses saling mengisi antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya, dengan demikian pada akhirnya hasil belajar siswa dapat ditingkatkan. Terkait hal tersebut di atas maka dilaksanakan penelitian ini.
C. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari pembatasan masalah di atas, maka masalah-masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas VI SD. Negeri 2 Batuan Kaler?
2. Apakah melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan Hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas VI SD. Negeri 2 Batuan Kaler?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
- Meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas VI SD. Negeri 2 Batuan Kaler dalam mata pelajaran IPS melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
- Meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI SD. Negeri 2 Batuan Kaler dalam mata pelajaran IPS melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
E. Manfaat Penelitian
Temuan penelitian ini diharapkan memiliki manfaat praktis dan teoritis bagi Guru-guru SD Kabupaten Gianyar dan Dinas Pendidikan selaku pemegang kebijakan pendidikan. Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Dari segi teoritis.
Secara umum penelitian ini paling tidak memberikan masukan terhadap dunia pendidikan tentang tingkat keefektifan pendekatan dan media pembelajaran beserta metode yang mendukung terhadap proses pembelajaran dan secara khusus menjelaskan kelebihan dan kelemahan masing – masing pendekatan dan media pembelajaran.
2. Dari segi praktis
Pada penelitian ini di antaranya memberikan manfaat pada:
a. Guru/Peneliti
1) Mendorong untuk meningkatkan kreatifitas guru dalam mengadakan pembelajaran yang menarik.
2) Meningkatkan pengetahuan guru tentang pendekatan kooperatif tipe jigsaw.
3) Dapat membantu mengatasi permasalahan pembelajaran yang dihadapi dan menambah wawasan serta keterampilan pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
b. Pembaca
1) Memberitahukan wawasan tentang pendekatan kooperatif tipe jigsaw.
2) Sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.
c. Siswa
1) Mempermudah siswa untuk memahami materi yang disampaikan.
2) Mendorong dan memberi rangsangan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri.
3) Membangkitkan keaktifan dan minat belajar siswa
d. Sekolah
1) Memberikan sumbangan dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah.
2) Mendorong sekolah untuk selalu mengevaluasi tingkat keefektifan pembelajaran di sekolah.
F. Kajian Pustaka
I. Landasan Teori
1. Pengertian Keaktifan Belajar
Keaktifan belajar terdiri dari kata kreativitas dan kata belajar. “Keaktifan memiliki kata dasar aktif yang berarti giat dalam belajar atau berusaha” Ratmi, 2004.(dalam
http://techonly13.) Keaktifan belajar berarti suatu usaha atau kerja yang dilakukan dengan giat dalam belajar.
1.1 Ciri – ciri Keaktifan Belajar
Ada empat ciri keaktifan belajar siswa yaitu 1) Keinginan dan keberanian menampilkan perasaan, 2) Keinginan dan keberanian serta kesempatan berprestasi dalam kegiatan baik persiapan, proses dan kelanjutan belajar, 3) Penampilan berbagai usaha dan kreativitas belajar mengajar dalam menjalani dan menyelesaikan kegiatan belajar mengajar sampai mencapai keberhasilannya, 4) Kebebasan dan kekeluasaan melakukan hal tersebut di atas tanpa tekanan guru atau pihak lain
1.2. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Keaktifan Belajar
Mengenai faktor-faktor yang berkontribusi terhadap hasil belajar, Nana Sudjana, Ratmi; 2004 (dalam
http://techonly13). menyatakan bahwa “ada lima hal yang mempengaruhi keaktifan belajar, yakni: 1) stimulus belajar, 2) perhatian dan motivasi, 3) respon yang dipelajarinya, 4) penguatan, 5) pemakaian dan pemindahan”
- Pengertian Hasil Belajar
Menurut Nurkancana, Ratmi: 2004(dalam
http://techonly13). bahwa “hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai seseorang dalam kegiatan belajar selama kurun waktu tertentu yang dinyatakan dalam bentuk angka atau nilai”. Sedangkan Hadari Nawawi :1981(dalam
http://techonly13). menyatakan bahwa: “hasil belajar diartikan sebagai tingkat keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu”.
2.1 Ciri – ciri Hasil Belajar
Ciri-ciri hasil belajar adalah 1) adanya kemampuan siswa untuk mengingat kembali informasi atau materi yang telah dipelajari, 2) adanya kemampuan siswa yang nampak dalam keterampilan mengelompokkan, menyajikan dan menafsirkan data, 3) adanya kemampuan siswa untuk menghasilkan suatu nilai dari materi pelajaran berdasarkan kriteria nyata, jelas dan obyektif. (Depdikbud. 1998 : 82)
Mencermati uraian tersebut maka ciri-ciri hasil belajar terwujud dalam ranah kognitif, afektif, psikomotor serta kreativitas pada diri secara wajar tanpa tekanan orang lain. Klasifikasi kognitif menurut taksonomi Blom (dalam
http://massofa.wordpress.com/) antara lain : pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
2.2 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Sumadi Suryabrata, Ratmi : 2004 (dalam
http://techonly13). menyatakan bahwa terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar yaitu 1) faktor dari dalam diri siswa meliputi bakat, minat, intelegensi, keadaan indera, kematangan, kesehatan jasmani, 2) faktor dari luar diri siswa meliputi fasilitas belajar, waktu belajar, media belajar, cara guru mengajar dan memotivasi.
3. Pengertian Pendekatan Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Depdiknas, 2003: 5). Bern dan Erickson (dalam Kokom Kumalasari, 2010: 62) mengemukakan bahwa
cooperative learning (pembelajaran kooperatif) merupakan pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar kecil di mana siswa belajar dan bekerja bersama untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok – kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 2 sampai 5 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok Slavin, 1984 (dalam Kokom Kumalasari, 2010: 62) Sehubungan dengan pengertian tersebut, Johnson, 1994; Hamid Hasan, 1996, (dalam Kokom Kumalasari, 2010: 62) menegaskan bahwa belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil (2-5 orang) dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok.
Pada dasarnya
cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri ari dua orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.
Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok.
Cooperative learning lebih dari sekedar belajar kelompok atau kelompok kerja, karena belajar dalam model
cooperative learning harus ada “struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif” sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan – hubungan yang bersifat interdependensi yang efektif di antara anggota kelompok Slavin, 1983 (dalam Etin Solihatin dan Raharjo, 2008: 4). Di samping itu, pola hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk berhasil berdasarkan kemampuan dirinya secara individual dan sumbangsih dari anggota lainnya selama mereka belajar secara bersama – sama dalam kelompok. Stahl 1994 (dalam Etin Solihatin dan Raharjo, 2008: 4) mengatakan bahwa model pembelajaran
cooperative learning menempatkan siswa sebagai bagian dari suatu sistem kerja sama dalam mencapai suatu hasil yang optimal dalam belajar. Model pembelajaran ini berangkat dari asumsi mendasar dalam kehidupan masyarakat, yaitu “
getting better together”, atau “raihlah yang lebih baik secara bersama – sama” Slavin, 1992 (dalam Etin Solihatin dan Raharjo, 2008: 5).
Aplikasinya di dalam pembelajaran di kelas, model pembelajaran ini mengetengahkan realita kehidupan masyarakat yang secara tidak langsung dialami oleh siswa dalam kesehariannya, dengan bentuk yang disederhanakan dalam kehidupan kelas. Model pembelajaran ini memandang bahwa keberhasilan dalam belajar bukan semata – mata harus diperoleh dari guru, melainkan bisa juga dari pihak lain yang terlibat dalam pembelajaran itu, yaitu teman sebaya. Keberhasilan belajar menurut model belajar ini bukan semata – mata ditentukan oleh kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan belajar itu akan semakin baik apabila dilakukan secara bersama – sama dalam kelompok – kelompok belajar kecil yang terstruktur dengan baik. Melalui belajar dari teman yang sebaya di bawah bimbingan guru, maka proses penerimaan dan pemahaman siswa akan semakin mudah dan cepat terhadap materi yang dipelajari.
Model belajar
cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran yang membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja secara bersama – sama di antara sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas, dan perolehan belajar. Model belajar
cooperative learning mendorong peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan yang ditemui selama pembelajaran, karena siswa dapat bekerja sama dengan siswa yang lain dalam menemukan dan merumuskan alternatif pemecahan terhadap masalah materi pelajaran yang dihadapi.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dalam pembelajaran dengan menggunakan model
cooperative learning, pengembangan kualitas diri siswa terutama aspek afektif siswa dapat dilakukan secara bersama – sama. Belajar dalam kelompok kecil dengan prinsip kooperatif sangat baik digunakan untuk mencapai tujuan belajar, baik yang sifatnya kognitif, afektif, maupun konatif. Suasana belajar yang berlangsung dalam interaksi yang saling percaya, terbuka, dan rileks di antara anggota kelompok memberikan kesempatan bagi siswa untuk memperoleh dan memberi masukan di antara mereka untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, dan moral, serta keterampilan yang ingin dikembangkan dalam pembelajaran.
Secara umum pola interaksi yang bersifat terbuka dan langsung di antara anggota kelompok sangat penting bagi siswa untuk memperoleh keberhasilan dalam belajarnya. Hal ini dikarenakan setiap saat mereka akan melakukan diskusi saling membagi pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan serta saling mengoreksi antarsesama dalam belajar. Tumbuhnya rasa ketergantungan yang positif di antara sesama anggota kelompok menimbulkan rasa kebersamaan dan kesatuan tekad untuk sukses dalam belajar. Hal ini terjadi karena dalam
cooperative learning siswa diberikan kesempatan yang untuk memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkannya untuk melengkapi dan memperkaya pengetahuan yang dimiliki dari anggota kelompok belajar lainnya dan guru.
Suasana belajar dan rasa kebersamaan yang tumbuh dan berkembang di antara sesama anggota kelompok memungkinkan siswa untuk mengerti dan memahami materi pelajaran dengan lebih baik. Proses pengembangan kepribadian yang demikian, juga membantu mereka yang kurang berminat menjadi lebih bergairah dalam belajar (Etin Solihatin dan Raharjo, 2008: 6). Siswa yang kurang bergairah dalam belajar akan dibantu oleh siswa lain yang mempunyai gairah lebih tinggi dan memiliki kemampuan untuk menerapkan apa yang telah dipelajarinya. Suasana belajar seperti itu, di samping proses belajarnya berlangsung lebih efektif, juga akan terbina nilai – nilai lain
(nurturant values) yang sesuai dengan tujuan pendidikan IPS, yaitu nilai gotong royong, kepedulian sosial, saling percaya, kesediaan menerima, dan memberi, dan tanggung jawab siswa, baik terhadap dirinya maupun terhadap anggota kelompoknya. Dalam kelompok belajar tersebut, sikap, nilai, dan moral dikembangkan secara mendasar, Hasan; 1996 (dalam Etin Solihatin dan Raharjo, 2008: 6). Belajar secara kelompok dalam model kehidupan di kelas merupakan miniatur masyarakat yang diterapkan dalam kehidupan di kelas yang akan melatih siswa untuk mengembangkan dan melatih mereka menjadi manusia yang lebih baik.
4. Konsep Dasar
Cooperative Learning
Dalam menggunakan model belajar
cooperative learning di dalam kelas, ada beberapa konsep mendasar yang perlu diperhatikan dan diupayakan oleh guru. Guru dengan kedudukannya sebagai perancang dan pelaksana pembelajaran dalam menggunakan model ini harus memperhatikan beberapa konsep dasar yang merupakan dasar – dasar konseptual dalam penggunaan
cooperative learning. Adapun prinsip – prinsip dasar tersebut menurut Stahl 1994 (dalam Etin Solihatin dan Raharjo, 2008: 7) meliputi sebagai berikut.
4.1 Perumusan Tujuan Belajar Siswa Harus Jelas
Sebelum menggunakan strategi pembelajaran, guru hendaknya memulai dengan merumuskan tujuan pembelajaran dengan jelas dan spesifik. Tujuan tersebut menyangkut apa yang diinginkan oleh guru untuk dilakukan oleh siswa dalam kegiatan belajarnya. Perumusan tujuan harus disesuaikan dengan tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran. Apakah kegiatan belajar siswa ditekankan pada pemahaman materi pelajaran, sikap, dan proses dalam bekerja sama, ataukah keterampilan tertentu. Tujuan harus dirumuskan dalam bahasa dan konteks kalimat yang mudah dimengerti oleh siswa secara keseluruhan.
4.2 Penerimaan yang Menyeluruh Oleh Siswa Tentang Tujuan Belajar
Guru hendaknya mampu mengondisikan kelas agar siswa menerima tujuan pembelajaran dari sudut kepentingan diri dan kepentingan kelas. Oleh karena itu, siswa dikondisikan untuk mengetahui dan menerima kenyataan bahwa setiap orang dalam kelompoknya menerima dirinya untuk bekerja sama dalam mempelajari seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang telah ditetapkan untuk dipelajari.
4.3 Ketergantungan yang Bersifat Positif
Untuk mengondisikan terjadinya interdependensi di antara siswa dalam kelompok belajar, maka guru harus mengorganisasikan meteri dan tugas – tugas pelajaran sehingga siswa memahami dan mungkin untuk melakukan hal itu dalam kelompoknya Johnson, 1998. (dalam Etin Solihatin dan Raharjo, 2008: 7) Guru harus merancang struktur kelompok dan tugas – tugas kelompok yang memungkinkan setiap siswa untuk belajar dan mengevaluasi dirinya dan teman kelompoknya dalam penguasaan dan kemampuan memahami materi pelajaran. Kondisi belajar ini memungkinkan siswa untuk merasa tergantung secara positif pada anggota kelompok lainnya dalam mempelajari dan menyelesaikan tugas – tugas yang diberikan guru.
4.4 Interaksi yang Bersifat Terbuka
Dalam kelompok belajar, interaksi yang terjadi bersifat langsung dan terbuka dalam mendiskusikan materi dan tugas – tugas yang diberikan oleh guru. Suasana belajar seperti itu akan membantu menumbuhkan sikap ketergantungan yang positif dan keterbukaan di kalangan siswa itu sendiri untuk memperoleh keberhasilan dalam belajarnya. Mereka akan saling memberi dan menerima masukan, ide, saran, dan kritik dari temannya secara positif dan terbuka.
4.5 Tanggung Jawab Individu
Salah satu dasar penggunaan
cooperative learning dalam pembelajaran adalah bahwa keberhasilan belajar akan lebih mungkin dicapai secara lebih baik apabila dilakukan dengan bersama – sama. Oleh karena itu, keberhasilan belajar dalam model belajar strategi ini dipengaruhi oleh kemampuan individu siswa dalam menerima dan memberi apa yang telah dipelajarinya di antara siswa lainnya. Sehingga secara individual siswa mempunyai dua tanggung jawab, yaitu mengerjakan dan memahami materi atau tugas bagi keseluruhan dirinya dan juga bagi keberhasilan anggota kelompoknya sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
4.6 Kelompok Bersifat Heterogen
Dalam pembentukan kelompok belajar, keanggotaan kelompok harus bersifat heterogen sehingga interaksi kerja sama yang terjadi merupakan akumulasi dari berbagai karakteristik siswa yang berbeda. Dalam suasana belajar seperti itu akan tumbuh dan berkembang nilai, sikap, moral, dan perilaku siswa. Kondisi ini merupakan media yang sangat baik bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan dan melatih keterampilan dirinya dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis.
4.7 Interaksi Sikap dan Perilaku Sosial yang Positif
Dalam mengerjakan tugas kelompok, siswa bekerja dalam kelompok sebagai suatu kelompok kerja sama. Dalam interaksi dengan siswa lainnya siswa tidak begitu saja bisa menerapkan dan memaksakan sikap dan pendiriannya pada anggota kelompok lainnya. Pada kegiatan bekerja dalam kelompok, siswa harus belajar bagaimana meningkatkan kemampuan interaksinya dalam memimpin, berdiskusi, bernegosiasi, dan mengklarifikasi berbagai masalah dalam menyelesaikan tugas – tugas kelompok. Dalam hal ini guru harus membantu siswa menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku yang baik dalam bekerja sama yang bisa digunakan oleh siswa dalam kelompok belajarnya. Perilaku – perilaku tersebut termasuk kepemimpinan, pengembangan kepercayaan, berkomunikasi, menyelesaikan masalah, menyampaikan kritik, dan perasaan – perasaan sosial. Dengan sendirinya siswa dapat mempelajari dan mempraktikkan berbagai sikap dan perilaku sosial dalam suasana kelompok belajarnya.
4.8 Tindak Lanjut
(Follow Up)
Setelah masing – masing kelompok belajar menyelesaikan tugas san pekerjaannya, selanjutnya perlu dianalisis bagaimana penampilan dan hasil kerja siswa dalam kelompok belajarnya, termasuk juga: (a) bagaimana hasil kerja yang dihasilkan, (b) bagaimana mereka membantu anggota kelompoknya dalam mengerti dan memahami materi dan masalah yang dibahas, (c) bagaimana sikap dan perilaku mereka dalam interaksi kelompok belajar bagai keberhasilan kelompoknya, dan (d) apa yang mereka butuhkan untuk meningkatkan keberhasilan kelompok belajarnya dikemudikan hari. Oleh karena itu guru harus mengevaluasi dan memberikan berbagai masukan terhadap hasil pekerjaan siswa dan aktivitas mereka selama kelompok belajar siswa tersebut bekerja.
4.9 Kepuasan dalam Belajar
Setiap siswa dan kelompok harus memperoleh waktu yang cukup untuk belajar dalam mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan. Apabila siswa tidak memperoleh waktu yang cukup dalam belajar, maka keuntungan akademis dari penggunaan
cooperative learning akan sangat terbatas Stahl, 1992. (dalam Etin Solihatin dan Raharjo, 2008: 9) Perolehan belajar siswa pun sangat terbatas sehingga guru hendaknya mampu merancang dan mengalokasikan waktu yang memadai dalam menggunakan model ini dalam pembelajaran.
Konsep – konsep di atas dalam pelaksanaannya sering disalahmengertikan oleh guru. Banyak di antara mereka yang menganggap bahwa dalam menggunakan model pembelajaran dengan
cooperative learning cukup satu atau beberapa konsep dasar saja yang ditargetkan Stahl, 1994. (dalam Etin Solihatin dan Raharjo, 2008: 9) Hal ini menyebabkan efektivitas dan produktivitas model ini secara akademis sangat terbatas. Secara khusus dalam menerapkan model ini, guru hendaknya memahami dan mampu mengembangkan rancangan pembelajarannya sedemikian rupa sehingga memungkinkan teraplikasinya dan terpenuhinya keseluruhan konsep – konsep dasar dari penggunaan
cooperative learning.
David dan Roger Johnson 1989, (dalam Etin Solihatin dan Raharjo, 2008: 9) menyatakan bahwa pengorganisasian materi dan tugas serta bekerja dalam kelompok tidak cukup memadai bagi terjadinya suasana kerja yang bersifat
cooperative. Pengembangan suasana yang kondusif bagai kelompok belajar dan hubungan – hubungan yang bersifat interpersonal di antara sesama anggota harus ditumbuhkan oleh guru sehingga kelompok belajar dapat bekerja dan belajar secara produktif. Syarat pertama yang harus dilakukan oleh guru selaku pelaksana dan pengembang kegiatan belajar mengajar adalah mengondisikan siswa untuk bekerja sama sebelum menggunakan
cooperative learning Stahl, 1994; Slavin, 1992. (dalam Etin Solihatin dan Raharjo, 2008: 10)
- Langkah – langkah Dalam Pembelajaran Cooperative Learning
Langkah – langkah dalam menggunakan model
cooperative learning secara umum Stahl, 1994; Slavin, 1983 (dalam Etin Solihatin dan Raharjo, 2008: 10) dapat menjelaskan secara operasional sebagai berikut.
5.1 Langkah Pertama
Yang dilakukan oleh guru adalah merancang rencana program pembelajaran. Pada langkah ini guru mempertimbangkan dan menetapkan target pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran, di samping itu, guru pun menetapkan sikap dan keterampilan sosial yang diharapkan dikembangkan dan diperlihatkan oleh siswa selama berlangsungnya pembelajaran. Guru dalam merancang program pembelajaran harus mengorganisasikan meteri dan tugas – tugas siswa yang mencerminkan sistem kerja dalam kelompok kecil. Artinya, bahwa materi dan tugas – tugas itu adalah untuk dibelajarkan dan dikerjakan secara bersama dalam dimensi kerja kelompok. Untuk memulai pembelajaran, guru harus menjelaskan tujuan dan sikap serta keterampilan sosial yang ingin dicapai dan diperlihatkan oleh siswa selama pembelajaran. Hal ini mutlak harus dilakukan oleh guru, karena dengan demikian siswa tahu dan memahami apa yang harus dilakukannya selama proses belajar mengajar berlangsung.
5.2 Langkah Kedua
Dalam aplikasi pembelajaran di kelas, guru merancang lembar observasi yang akan digunakan untuk mengobservasi kegiatan siswa dalam belajar bersama secara bersama dalam kelompok – kelompok kecil. Dalam menyampaikan materi, guru tidak lagi menyampaikan materi secara panjang lebar, karena pemahaman dan pendalaman materi tersebut nantinya akan dilakukan siswa ketika belajar secara bersama dalam kelompok. Guru hanya menjelaskan pokok – pokok materi dengan tujuan siswa mempunyai wawasan dan orientasi yang menadai tentang materi yang diajarkan. Pada saat guru selesai menyajikan materi, langkah berikutnya yang harus dilakukan adalah menggali pengetahuan dan pemahaman siswa tentang materi pelajaran berdasarkan apa yang telah dibelajarkan. Hal ini dimaksudkan untuk mengondisikan kesiapan belajar siswa. Berikutnya, guru membimbing siswa untuk membuat kelompok. Pemahaman dan konsepsi guru terhadap siswa secara individual sangat menentukan kebersamaan dari kelompok yang terbentuk. Kegiatan ini dilakukan sambil menjelaskan tugas yang harus dilakukan oleh siswa dalam kelompoknya masing – masing. Pada saat siswa belajar secara berkelompok, maka guru mulai melakukan monitoring dan mengobservasi kegiatan belajar siswa berdasarkan lembar observasi yang telah dirancang sebelumnya.
5.3 Langkah Ketiga
Dalam melakukan observasi terhadap kegiatan siswa, guru mengarahkan dan membimbing siswa, baik secara individual maupun kelompok, baik dalam memahami materi maupun mengenai sikap dan perilaku siswa selama kegiatan belajar berlangsung. Pemberian pujian dan kritik membangun dari guru kepada siswa merupakan aspek penting yang harus diperhatikan oleh guru saat siswa bekerja dalam kelompoknya. Di samping itu, pada saat kegiatan kelompok berlangsung, ketika siswa terlibat dalam diskusi masing – masing kelompok, guru secara periodik memberikan layanan kepada siswa, baik secara individual maupun secara klasikal.
5.4 Langkah Keempat
Guru memberikan kesempatan kepada siswa dari masing – masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Pada saat diskusi di kelas ini, guru bertindak sebagai moderator. Hal ini dimaksudkan untuk mengarahkan dan mengoreksi pengertian dan pemahaman siswa terhadap materi atau hasil kerja yang telah ditampilkannya. Pada saat presentasi siswa berakhir, guru mengajak siswa untuk melakukan refleksi diri terhadap proses jalannya pembelajaran, dengan tujuan untuk memperbaiki kelemahan – kelemahan yang ada atau serta perilaku menyimpang yang dilakukan selama pembelajaran. Di samping itu, pada saat tersebut, guru juga memberikan beberapa penekanan terhadap nilai, sikap, dan perilaku sosial yang harus dikembangkan dan dilatih oleh siswa. Dalam melakukan refleksi diri ini, guru tetap berperan sebagi mediator dan motivator aktif. Artinya, pengembangan ide, saran, dan kritik terhadap proses pembelajaran harus diupayakan berasal dari siswa, kemudian barulah guru melakukan beberapa perbaikan dan pengarahan terhadap ide, saran, dan kritik yang berkembang.
Model – model pembelajaran kooperatif meliputi kepala bernomor, skrip kooperatif, tim siswa kelompok prestasi, berpikir berpasangan berbagi, model
Jigsaw, melempar bola salju, tim TGT, kooperatif terpadu membaca dan menulis, dan dua tinggal dua tamu. Namun dalam penelitian ini hanya membahas pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
6 Jigsaw (Model Tim Ahli)
Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen – komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa atau lebih dan maksimal 5 orang siswa, sehingga setiap anggota bertanggung jawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik – baiknya. Siswa dari masing – masing kelompok yang bertanggung jawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari dua, tiga orang atau lebih tergantung dari banyaknya subtopik yang dibahas.
Siswa – siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam ; (a) belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya, (b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompok semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing – masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang dirugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan.
Langkah – langkah pembelajaran :
- siswa dikelompokkan ke dalam = 4 anggota tim.
- Tiap orang dalam tim diberi materi yang berbeda.
- Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan.
- Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/subbab yang sama bertemu dalam kelompok yang baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan subbab mereka.
- Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang subbab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh – sungguh.
- Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
- Guru memberi evaluasi.
- Penutup.
7 Pembelajaran IPS di SD
7.1 Latar Belakang Landasan Kurikulum Pendidikan IPS di SD 2004
Kurikulum pendidikan dasar disusun dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa dan kesesuaian dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian. Kurikulum pendidikan dasar yang berkenaan dengan sekolah dasar (SD) menekankan kemampuan dan keterampilan dasar baca – tulis – hitung sebagai mana tercermin dalam kemampuan dan keterampilan penggunaan bahasa (baca – tulis – bicara) serta berhitung (menambah, mengurangi, mengalikan, membagi, mengukur sederhana dan memahami bentuk geometri) yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari – hari.
Pendidikan dasar adalah bagian terpadu dari sistem pendidikan nasional. Pendidikan dasar merupakan pendidikan yang lamanya 9 (sembilan) tahun yang diselenggarakan selama 6 (enam) tahun di Sekolah Dasar (SD) dan 3 (tiga) tahun Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau satuan pendidikan yang sederajat.
7.2 Pengertian Pendidikan IPS
Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang secara resmi mulai dipergunakan di Indonesia sejak tahun 1975 adalah istilah Indonesia untuk pengertian
Social Studies seperti di Amerika Serikat. Dalam dunia pengetahuan kemasyarakatan atau pengetahuan sosial kita mengenal beberapa istilah seperti ilmu sosial, studi sosial dan ilmu pengetahuan sosial. IPS seperti halnya IPA, Matematika, Bahasa Indonesia merupakan bidang studi. Dengan demikian IPS sebagai bidang studi memiliki garapan yang dipelajari cukup luas. Bidang garapannya itu meliputi gejala – gejala dan masalah kehidupan manusia di masyarakat. Tekanan yang dipelajari IPS berkenaan dengan gejala dan masalah kehidupan masyarakat bukan pada teori dan keilmuannya, melainkan pada kenyataan kehidupan kemasyarakatan. Dari gejala dan masalah sosial tadi ditelaah, dianalisa faktor – faktornya, sehingga dapat dirumuskan jalan pemecahannya. Memperhatikan kerangka kerja IPS seperti yang di kemukakan di atas, dapat ditarik pengertian IPS sebagai berikut:
IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan atau satu perpaduan. Ishak SU, 2000 : 1.37.
7.3 Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial
Istilah pendidikan IPS dalam menyelenggarakan pendidikan di Indonesia masih relatif baru digunakan. Pendidikan IPS merupakan padanan dari
Social Studies dalam konteks kurikulum Amerika Serikat. Istilah tersebut pertama kali digunakan di AS pada tahun 1913 mengadopsi nama lembaga
Social Studies yang mengembangkan kurikulum di As, Marsh, 1980 dalam (Etin Solihatin dan Raharjo, 2008; 14).
Kurikulum pendidikan IPS tahun 1994 sebagaimana yang dikatakan oleh Hamid Hasan 1990, (dalam Etin Solihatin dan Raharjo, 2008: 14) merupakan fusi dari berbagi disiplin ilmu. Martorella 1987(dalam Etin Solihatin dan Raharjo, 2008: 14), mengatakan bahwa pembelajaran pendidikan IPS lebih menekankan pada aspek “pendidikan” daripada “transfer konsep”, karena dalam pembelajaran pendidikan IPS siswa diharapkan memperoleh pemahaman terhadap sejumlah konsep dan mengembangkan serta melatih sikap, nilai, moral, dan keterampilannya berdasarkan konsep yang lebih dimilikinya. Dengan demikian, pembelajaran pendidikan IPS harus diformulasikan pada aspek kependidikannya.
Mengenai tujuan ilmu pengetahuan sosial (pendidikan IPS), para ahli sering mengaitkan dengan berbagi sudut kepentingan dan penekanan dari program pendidikan tersebut. Gros 1978, (dalam Etin Solihatin dan Raharjo, 2008: 14) menyebutkan bahwa tujuan Pendidikan IPS adalah untuk mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya di masyarakat. Tujuan lain dari pendidikan IPS adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa menggunakan penalaran dalam mengambil keputusan setiap persoalan yang dihadapinya Gros, 1978. (dalam Etin Solihatin dan Raharjo, 2008: 14) Ilmu Pengetahuan Sosial juga membahas hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Lingkungan masyarakat di mana anak didik tumbuh dan berkembang sebagi bagian dari masyarakat, dihadapkan pada berbagai permasalahan yang ada dan terjadi di lingkungan sekitarnya. Pendidikan IPS berusaha membantu siswa dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya sehingga akan menjadikannya semakin mengerti dan memahami lingkungan sosial masyarakatnya Kosasih, 1994. (dalam Etin Solihatin dan Raharjo, 2008: 15)
Pada dasarnya tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya, serta berbagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Berdasarkan pengertian dan tujuan dari pendidikan IPS, tampaknya dibutuhkan suatu pola pembelajaran yang mampu menjembatani tercapainya tujuan tersebut. Kemampuan dan keterampilan guru dalam memilih dan menggunakan berbagai model, metode, dan strategi pembelajaran senantiasa terus ditingkatkan Kosasih, 1994, (dalam Etin Solihatin dan Raharjo, 2008: 15) agar pembelajaran pendidikan IPS benar – benar mampu mengondisikan upaya pembekalan kemampuan dan keterampilan dasar bagi siswa untuk menjadi manusia dan warga negara yang baik. Hal ini dikarenakan pengondisian iklim belajar merupakan aspek penting bagi tercapainya tujuan pendidikan Azis Wahab, 1986, (dalam Etin Solihatin dan Raharjo, 2008: 15)
Pola pembelajaran pendidikan IPS menekankan pada unsur pendidikan dan pembekalan pada siswa. Penekanan pembelajarannya bukan batas pada upaya mencekoki atau menjejali siswa dengan sejumlah konsep yang bersifat hafalan belaka, melainkan terletak pada upaya agar mereka mampu menjadikan apa yang telah dipelajarinya sebagai bekal dalam memahami dan ikut serta dalam melakoni kehidupan di masyarakat lingkungannya, serta sebagai bekal bagi dirinya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Di sinilah sebenarnya penekanan misi dari pendidikan IPS. Oleh karena itu, rancangan pembelajaran guru hendaknya diarahkan dan difokuskan sesuai dengan kondisi dan perkembangan potensi siswa agar pembelajaran yang dilakukan benar – benar berguna dan bermanfaat bagi siswa Kosasih, 1994; Hamid Hasan, 1996, (dalam Etin Solihatin dan Raharjo, 2008: 15)
Setiap bidang studi yang tercantum dalam kurikulum sekolah telah dijiwai oleh tujuan yang harus dicapai oleh pelaksanaan proses belajar mengajar (PBM) bidang studi tersebut secara keseluruhan. Tujuan ini disebut
tujuan kurikuler yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari tujuan institusional dan tujuan pendidikan nasional.
Tujuan kurikuler yang dimaksud adalah tujuan pendidikan IPS. Secara keseluruhan tujuan pendidikan IPS di SD adalah sebagai berikut;
- Membekali anak didik dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupannya kelak di masyarakat.
- Membekali anak didik dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisis dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadai dalam kehidupan di masyarakat.
- Membekali anak didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dan berbagai bidang keilmuan serta bidang keahlian.
- Membekali anak didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif dan keterampilan terhadap pemanfaatan lingkungan hidup yang menjadi bagian dari kehidupan tersebut.
5. Membekali anak didik dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembangan kehidupan, masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Ishak SU, 2000 : 1.38.
Untuk mewujudkan tujuan di atas, guru IPS yang berwajiban sebagai pengembang kurikulum, senantiasa harus memperhatikan tujuan terebut yang dituangkan dalam persiapan mengajar atau rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Dalam kegiatan belajar mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial, siswa dapat dibawa langsung ke dalam lingkungan alam dan masyarakat. Dengan lingkungan alam sekitar, siswa akan akrab dengan kondisi setempat sehingga mengetahui makna serta manfaat mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial secara nyata.
Di samping itu dengan mempelajari IPS, siswa secara tidak langsung dapat mengamati dan mempelajari norma – norma serta kebiasaan – kebiasaan baik yang berlaku dalam masyarakat tersebut, sehingga siswa mendapat pengalaman langsung adanya hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara kehidupan pribadi dan masyarakat. Dengan kata lain manfaat yang diperoleh setelah mempelajari ilmu pengetahuan sosial di samping mempersiapkan diri untuk terjun ke masyarakat, juga membentuk dirinya sebagai anggota masyarakat yang baik dengan mentaati aturan yang berlaku dan turut pula mengembangkannya serta bermanfaat pula dalam mengembangkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
IPS sebagai program pendidikan, tidak sekedar terkait dengan nilai, bahkan justru wajib mengembangkan nilai tersebut. Dengan membina dan mengembangkan nilai – nilai, kita sangat mengharapkan terciptanya SDM Indonesia yang memiliki pengetahuan, keterampilan, kepedulian, kesadaran dan tanggung jawab sosial yang tinggi terhadap masyarakat bangsa serta negara. Perkembangan kehidupan sosial hari ini dan terutama di masa yang akan datang, menuntut SDM yang demikian, nilai – nilai itu antara lain;
- Nilai Edukatif
Salah satu tolok ukur keberhasilan pelaksanaan pendidikan IPS, yaitu adanya perubahan perilaku sosial peserta didik ke arah yang lebih baik. Perilaku ini meliputi aspek – aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Peningkatan perilaku kognitif di sini, tidak hanya terbatas makin menigkatnya pengetahuan sosial, melainkan meliputi pula nalar sosial dan kemampuan mencari alternatif – alternatif pemecahan masalah sosial.
- Nilai Praktis
Kita bersama sepakat bahwa pelajaran dan pendidikan apapun, nilainya tidak berarti apabila tidak dapat diterapkan secara praktis dalam kehidupan sehari – hari. Dengan perkataan lain, pelajaran dan pendidikan tidak memiliki makna yang baik, jika tidak memiliki nilai praktis. Oleh karena itu, pokok bahasan IPS itu, jangan hanya tentang pengetahuan yang konseptual – teoritis belaka, melainkan digali dari kehidupan sehari – hari, mulai dari lingkungan keluarga, di pasar, di jalan, di tempat bermain dan seterusnya. Dalam hal ini, nilai praktis itu disesuaikan dengan tingkat umur dan kegiatan peserta didik sehari – hari.
- Nilai Teoritis
Membina peserta didik hari ini pada proses perjalanannya diarahkan menjadi SDM untuk hari esok. Oleh karena itu, pendidikan IPS tidak hanya menyajikan dan membahas kenyataan, fakta, dan data yang terlepas – lepas melainkan lebih jauh dari pada itu menelaah keterkaitan suatu aspek kehidupan sosial dengan yang lain – lainnya.
- Nilai Filsafat
Pembahasan ruang lingkup IPS secara bertahap dan keseluruhan sesuai dengan perkembangan kemampuan peserta didik, dapat mengembangkan kesadaran mereka selaku anggota masyarakat atau sebagai makhluk sosial. Melalui proses yang demikian, peserta didik dikembangkan kesadaran dan penghayatannya terhadap keberadaannya di tengah – tengah masyarakat, bahkan juga di tengah – tengah alam raya ini.
8 Perbaikan Pembelajaran di SD
Perbaikan pembelajaran adalah perbaikan yang difokuskan pada perbaikan pembelajaran melalui siklus yang sistematis mulai dari tahap perencanaan, pengamatan dan analisis yang intensif terhadap penampilan pembelajarannya dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran.
II. Kerangka Berpikir
Dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik sering dihadapkan oleh berbagai masalah yang sering berganti-ganti. Oleh karena itu peserta didik. harus dibiasakan untuk menyelesaikan berbagai masalah. Seluruh rangkaian dan langkah pemecahan masalah merupakan latihan dalam menghadapi segala masalah yang terjadi. Dengan adanya masalah, peserta didik dapat belajar memecahkannya. Pembelajaran IPS merupakan pembelajaran yang mencakup kemampuan peserta didik dalam menganalisis dan memecahkan masalah. Pendekatan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
merupakan pembelajaran mendorong siswa untuk belajar lebih aktif dan lebih bermakna, artinya siswa dituntut selalu berpikir tentang suatu persoalan dan mereka mencari sendiri cara penyelesaiannya, dengan demikian mereka akan lebih terlatih untuk selalu menggunakan keterampilan pengetahuannya, sehingga pengetahuan dan pengalaman belajar mereka akan tertanam untuk jangka waktu yang cukup lama.
III. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir dengan skenario seperti tersebut di atas, maka dapat dimunculkan hipotesis tindakan dalam penelitian sebagai berikut :
- Dengan menerapkan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam proses pembelajaran IPS, maka akan dapat meningkatkan keaktifan belajar pada siswa kelas VI SD No. 2 Batuan Kaler.
- Dengan menerapkan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam proses pembelajaran IPS, maka akan dapat meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas VI SD No. 2 Batuan Kaler.
- G. Metode Penelitian
- Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas
(classroom action research), penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat.
Masalah yang dikaji dalam penelitian tindakan kelas ini adalah meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas VI mata pelajaran IPS SD Negeri 2 Batuan Kaler. Penelitian ini dilaksanakan pada semester gasal tahun ajaran 2010/2011, selama tiga bulan yaitu dari bulan September, Oktober, sampai bulan November 2010. pemilihan waktu tersebut karena ditemukan permasalahan pada bulan Agustus, yang jika tidak di tindak lanjuti akan membuat tujuan pembelajaran IPS yang inginkan pada perencanaan akan tidak tercapai. Dalam penelitian ini menitik beratkan pada peningkatan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran dan hasil belajar siswa.
- Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas 6 SD N 2 Batuan Kaler yang berjumlah 22 orang terdiri dari 13 orang siswa putri dan 9 orang siswa putri, dan adapun objek dari penelitian ini adalah hasil belajar dan keaktifan siswa.
- Rencana Tindakan
Perencanaan tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Membuat program pembelajaran berbentuk silabus.
- Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran.
- Membuat lembar kerja akademik.
- Membuat lembar kerja siswa (individu, kelompok).
- Membuat rubrik penilaian observasi kerja diskusi.
- Membagi siswa yang jumlahnya 22 orang, yang terdiri dari 13 orang siswa putri dan 9 orang siswa putra, yang dibagi menjadi empat kelompok yang bersifat heterogen.
- Menyiapkan tes tertulis.
3. Pelaksanaan Tindakan
Pada penelitian ini terintegrasi dalam proses pembelajaran dan dilakukan dalam dua siklus. Pada kegiatan ini diterapkan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen – komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa atau lebih dan maksimal 5 orang siswa, sehingga setiap anggota bertanggung jawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik – baiknya. Siswa dari masing – masing kelompok yang bertanggung jawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari dua, tiga orang atau lebih tergantung dari banyaknya subtopik yang dibahas.
Siswa – siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam ; (a) belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya, (b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompok semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing – masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan.
Langkah – langkah pembelajaran :
- siswa dikelompokkan ke dalam = 4 anggota tim.
- Tiap orang dalam tim diberi materi yang berbeda.
- Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan.
- Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/subbab yang sama bertemu dalam kelompok yang baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan subbab mereka.
- Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang subbab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh – sungguh.
- Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
- Guru memberi evaluasi.
- Penutup.
4. Observasi
Kegiatan observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan, melalui rubrik penilaian keaktifan. Sedangkan kegiatan evaluasi dilakukan dengan membuat instrumen/tes ulangan tulis dan LKS untuk mengetahui hasil belajar siswa.
- Evaluasi dan Refleksi
Semua hasil yang diperoleh baik dari data observasi dan hasil tes dikumpulkan untuk dikaji dan dianalisis untuk mengetahui perubahan yang terjadi. Dari hasil keputusan yang diperoleh kemudian dilakukan direfleksi dan dijadikan acuan dalam perencanaan siklus berikutnya.
Dari hasil evaluasi dan observasi awal, maka dalam refleksi ditetapkan tindakan yang digunakan untuk meningkatkan hasil belajar dan keaktifan belajar IPS siswa, yaitu pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe jigsaw. Dengan berpatokan pada refleksi awal tersebut, maka dilaksanakanlah penelitian tindakan kelas ini dengan prosedur memakai dua siklus.
A. Siklus I
1. Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini meliputi :
- Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dengan materi pembelajaran yaitu Kenampakan Alam dan Keadaan Sosial Negara – Negara di Dunia.
- Membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana suasana belajar mengajar di kelas ketika pendekatan kooperatif tipe jigsaw dilaksanakan.
- Membuat alat bantu mengajar yang diperlukan dalam rangka membantu siswa memahami konsep - konsep IPS dengan baik.
- Mendesain alat evaluasi untuk melihat apakah materi IPS telah dikuasai oleh siswa.
2. Pelaksanaan Tindakan
Siklus | Materi Pembelajaran | Pertemuan | Waktu |
I | Kenampakan Alam Negara – negara di Dunia dan Sistem Pemerintahan Negara – negara Besar di Dunia | 1 kali Pertemuan | 3 x 35 Menit |
3. Observasi
Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. Proses observasi dilakukan oleh peneliti untuk mengamati siswa dalam kelas selama proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe jigsaw. Pengamatan juga dilakukan terhadap perilaku dan keaktifan siswa selama proses pembelajaran berlangsung dan dampak yang ditimbulkan dari perilaku siswa selama proses pembelajaran.
4. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan pada setiap akhir siklus pelaksanaan tindakan. Evaluasi tersebut ditujukan untuk mengetahui ada tau tidak adanya peningkatan hasil belajar dan keaktifan siswa pada pokok bahasan yang diajarkan. Alat evaluasi yang digunakan adalah tes hasil belajar yang disusun peneliti. Bilamana secara klasikal minimal 80% siswa telah mencapai nilai paling tinggi 6.0 maka tindakan dianggap tidak berhasil dan perlu dilakukan perbaikan pada siklus II.
5. Refleksi
Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dan evaluasi dianalisis. Kelemahan – kelemahan atau kekurangan – kekurangan yang terjadi pada setiap siklus akan diperbaiki pada siklus berikutnya.
- Data dan Cara Pengambilannya
- Sumber data : personil penelitian yaitu siswa kelas VI SDN 2 Batuan Kaler.
- Jenis Data : data kuantitatif yang diperoleh dari tes hasil belajar dan data kualitatif yang diperoleh melalui lembar observasi.
- Cara Pengambilan Data :
- Data keaktifan siswa diambil dengan menggunakan lembar observasi.
- Data tentang hasil belajar IPS siswa diambil dengan menggunakan tes hasil belajar.
B. Siklus II
1. Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini meliputi :
- Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran Kenampakan Alam dan Keadaan Sosial Negara – Negara di Dunia, dengan sub topik Benua – benua yang Terdapat di Dunia.
- Membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana suasana belajar mengajar di kelas ketika pendekatan kooperatif tipe jigsaw dilaksanakan.
- Membuat alat bantu mengajar yang diperlukan dalam rangka membantu siswa memahami konsep - konsep IPS dengan baik.
- Mendesain alat evaluasi untuk melihat apakah materi IPS telah dikuasai oleh siswa.
2. Pelaksanaan Tindakan
Siklus | Materi Pembelajaran | Pertemuan | Waktu |
II | Benua – benua yang Terdapat di Dunia | 1 kali Pertemuan | 3 x 35 Menit |
3. Observasi
Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. Proses observasi dilakukan oleh peneliti untuk mengamati siswa dalam kelas selama proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe jigsaw. Pengamatan juga dilakukan terhadap perilaku dan keaktifan siswa selama proses pembelajaran berlangsung dan dampak yang ditimbulkan dari perilaku siswa selama proses pembelajaran.
4. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan pada setiap akhir siklus pelaksanaan tindakan. Evaluasi tersebut ditujukan untuk mengetahui ada atau tidak adanya peningkatan hasil belajar dan keaktifan siswa pada pokok bahasan yang diajarkan. Alat evaluasi yang digunakan adalah tes hasil belajar yang disusun peneliti. Bilamana secara klasikal minimal 80% siswa telah mencapai nilai paling rendah 6.0 maka tindakan dianggap telah berhasil dilaksanakan.
5. Refleksi
Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dan evaluasi dianalisis. Karena hasil belajar dan keaktifan siswa sudah memenuhi standar maka kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe jigsaw telah berhasil diterapkan dalam proses pembelajaran.
6. Data dan Cara Pengambilannya
- Sumber data : personil penelitian yaitu siswa kelas VI SDN 2 Batuan Kaler.
- Jenis Data : data kuantitatif yang diperoleh dari tes hasil belajar dan data kualitatif yang diperoleh melalui lembar observasi.
- Cara Pengambilan Data :
- Data keaktifan siswa diambil dengan menggunakan lembar observasi.
- Data tentang hasil belajar IPS siswa diambil dengan menggunakan tes hasil belajar.
6. Instrumen dan Analisis Penelitian
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini menggunakan dua instrumen yaitu tes hasil belajar dan lembar observasi. Untuk mengetahui hasil pemahaman siswa dalam proses pembelajaran IPS dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe jigsaw menggunakan tes hasil belajar sedangkan untuk mengetahui keaktifan siswa digunakan lembar observasi.
Wardhani, dkk (2007:5.4) mengatakan analisis data upaya yang dilakukan seorang guru yang berperan sebagai peneliti untuk merangkum secara akurat data yang telah dikumpulkan dalam bentuk dapat dipercaya dan benar. Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriftif. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
- Mengumpulkan dan mengkaji data keaktifan siswa serta hasil belajar yang dilaksanakan melalui observasi dan tes.
- Mencari rata – rata keaktifan dan ketuntasan klasikal.
Untuk mencari nilai rata-rata/ mean digunakan rumus (Sudjana, 2005:67). Dengan keterangan :
= jumlah skor
= jumlah siswa
Ketuntasan klasikal digunakan rumus :
- Mengkonversikan hasil data keaktifan dan hasil belajar sesuai dengan tabel sebagai berikut:
Tabel 1 Presentase Keaktifan Siswa
No | Persentase | Kriteria Keaktifan Belajar IPS |
1. | 0 – 54 | Sangat Kurang Aktif |
2. | 55 – 64 | Kurang Aktif |
3. | 65 – 79 | Cukup Aktif |
4. | 80 – 90 | Aktif |
5. | 90 – 100 | Sangat Aktif |
Sumber : Poerwati (2007)
Tabel 2 Persentase Hasil Belajar Matematika
No | Persentase | Kriteria Hasil Belajar IPS |
1. | 0 – 54 | Sangat Rendah |
2. | 55 – 64 | Rendah |
3. | 65 – 79 | Sedang |
4. | 80 – 90 | Tinggi |
5. | 90 – 100 | Sangat Tinggi |
Sumber : A.A. Gede Agung (1997 : 76)
- H. Jadwal Penelitian
No | Kegiatan | Bulan/ Minggu |
|
Agustus | September | Oktober | November |
|
1 | Identifikasi Masalah |
|
| √ |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2 | Pengajuan Judul |
|
|
| √ |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3 | Penyusunan Proposal |
|
|
|
| √ | √ | √ | √ | √ |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4 | Seminar |
|
|
|
|
|
|
|
|
| √ |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5 | Pelaksanaan Penelitian |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
| √ |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
| Skilus I |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
| √ |
|
|
|
|
|
|
|
|
| Siklus II |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
| √ |
|
|
|
|
|
|
|
6 | Analisis Data |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
| √ | √ |
|
|
|
|
|
|
7 | Penyusunan Laporan |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
| √ | √ | √ | √ |
|
|
|
|
8 | Ujian Skripsi |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
| √ | √ |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
- I. Daftar Pustaka
Agung, A.A Gede. 2003.
Konsep dan Tehnik Alasis Data Penelitian Tindakan Kelas. Singaraja : Jurusan Teknologi Pendidikan, FIP IKIP Negeri Singaraja.
Anggoro, Toha. 2007.
Metode Penelitian. Jakarta : Universitas Terbuka
Aunurrahman. 2009.
Belajar dan Pembelajaran.Cetakan Ke-3. Bandung : Alfabeta.
Depdiknas. 2006.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk SD/MI. Jakarta : Depdiknas.
Komalasari, Kokom. 2010.
Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasinya. Bandung : PT. Refika Aditama.
Posted, 2009.
“Pengertian hasil Belajar”. Tersedia pada
http://techonly13. wordpress. com/2009/07/04/ pengertian-hasil-belajar (diakses tanggal 20 Agustus 2010)
Posted, 2009.
“Pengertian Keaktifan”. Tersedia pada
http://techonly13. wordpress. com/2009/07/04/ pengertian-hasil-belajar (diakses tanggal 20 Agustus 2010)
Saud, Syaefudin Udin. 2009.
Inovasi Pendidikan. Bandung : Alfabet
Satori, Dja’man. 2008.
Profesi Keguruan. Jakarta : Universitas Terbuka.
Solihatin, Etin dan Raharjo. 2007.
Cooperative Learnig Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta : Bumi Aksara.
SU, Ischak. 2000.
Pendidikan IPS di SD. Jakarta : Universitas Terbuka.
Sudjana. 2005.
Metode Statistika. Bandung : Tarsito
Sumaatmadja, Nursid. 2004.
Konsep Dasar IPS. Jakarta : Universitas Terbuka.
Sumatri, Mulyani dan Syaodih, Nana. 2007.
Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Universitas Terbuka.
Wardhani, IGAK dan Wihardit, Kuswaya. 2007.
Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Universitas Terbuka.
Winataputra, Udin S, dkk. 2007.
Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Universitas Terbuka.